Tapanuli.online – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai langkah pemerintah dalam mengatur impor BBM non-subsidi sebagai strategi positif dalam memperkuat ketahanan energi nasional dan menekan defisit transaksi migas. Namun, KPPU juga mengingatkan bahwa pembatasan impor yang tertuang dalam Surat Edaran Kementerian ESDM Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025 berpotensi menimbulkan sejumlah persoalan pada iklim persaingan usaha.
Berdasarkan analisis KPPU, kebijakan yang membatasi tambahan impor bensin non-subsidi maksimal 10% dari realisasi penjualan tahun 2024 berdampak signifikan terhadap keberlangsungan badan usaha swasta yang sepenuhnya mengandalkan impor. Imbasnya, konsumen kehilangan variasi pilihan BBM non-subsidi, sementara dominasi pasar Pertamina semakin menguat.
“Pasokan BBM non-subsidi yang terbatas bukan hanya mengurangi opsi bagi masyarakat, tetapi juga dapat mengganggu aktivitas ekonomi. Padahal, tren konsumsi BBM non-subsidi selama ini menunjukkan perkembangan positif yang seharusnya bisa dijaga,” tulis KPPU dalam keterangannya.
Data KPPU menunjukkan, penambahan kuota impor bagi badan usaha swasta hanya berkisar 7.000–44.000 kiloliter. Sebaliknya, Pertamina Patra Niaga memperoleh tambahan kuota sekitar 613.000 kiloliter. Saat ini, pangsa pasar Pertamina di segmen BBM non-subsidi sudah mencapai ±92,5%, sementara badan usaha swasta hanya berada di angka 1–3%.
Dari sisi persaingan usaha, KPPU menilai kebijakan ini bersinggungan dengan indikator dalam Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU) sebagaimana diatur dalam Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2023. Antara lain, adanya pembatasan pasokan (angka 5 huruf b) dan penunjukan pemasok tertentu (angka 6 huruf c), yang bisa menimbulkan potensi diskriminasi harga, dominasi pemain tertentu, hingga menurunnya efisiensi infrastruktur milik swasta. Kondisi tersebut juga dinilai dapat memberi sinyal negatif bagi iklim investasi sektor hilir migas.
KPPU menekankan, kebijakan publik seharusnya mampu menjaga keseimbangan antara tujuan stabilitas energi, efisiensi pasar, dan keberlanjutan investasi. Untuk itu, KPPU mendorong agar pembatasan impor BBM non-subsidi ini dievaluasi secara berkala, sehingga keberadaan badan usaha swasta tetap memiliki ruang berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional bersama BUMN.
“Prinsip persaingan usaha yang sehat tidak boleh dikesampingkan dalam setiap kebijakan. Tujuan menjaga neraca perdagangan migas dan ketahanan energi harus tetap selaras dengan terciptanya pasar yang kompetitif serta keberlanjutan pilihan bagi konsumen,” tegas KPPU. (Agung)