Tapanuli.online – Komisi IV DPRD Medan mempertanyakan keabsahan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk proyek perumahan Pacific Palace di Jalan Tapian Nauli, Pasar I, Kecamatan Medan Sunggal. Pasalnya, lahan pembangunan perumahan tersebut masih dalam sengketa hukum antara dua pihak.
“Kami sangat menyayangkan Pemko Medan melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) yang menerbitkan PBG, padahal alas hak lahan masih dalam proses hukum,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Medan, Paul Mei Anton Simanjuntak, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di gedung dewan, Selasa (8/7/2025).
Paul meminta Pemko Medan mengkaji ulang izin yang telah diterbitkan dan mengimbau pihak pengembang agar menghormati proses hukum. Ia juga menegaskan bahwa Komisi IV akan meninjau langsung pembangunan Pacific Palace untuk memastikan kesesuaian dengan ketentuan, termasuk ketersediaan fasilitas umum (fasum) dan ruang terbuka hijau.
RDP digelar menindaklanjuti pengaduan warga yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan. Paul menekankan agar pengembang menaati aturan hukum yang berlaku.
“Kasus ini bahkan sudah dilaporkan ke Polda Sumut. Maka semua pihak harus saling menghargai hingga ada putusan hukum yang berkekuatan tetap,” tegasnya.
Senada, anggota Komisi IV DPRD Medan, Lailatul Badri, menilai Pemko Medan seharusnya lebih teliti sebelum menerbitkan PBG.
“Jika lahan masih berproses hukum, seharusnya tidak boleh ada aktivitas pembangunan maupun izin PBG yang diterbitkan,” ujarnya.
Dalam RDP, hadir perwakilan pemilik lahan Hargito Bongawan bersama kuasa hukum Jon Purba, perwakilan PT Graha Sinar Mas selaku pengembang, Kantor Pertanahan Kota Medan melalui Koordinator Substansi Penanganan Sengketa, Konflik, dan Perkara (Korsub PSKP) M. Ariyanto, serta sejumlah OPD terkait.
Hargito Bongawan menegaskan keberatannya terhadap pembangunan di atas lahan yang diklaim miliknya. Ia menyebut lahan tersebut dibeli pada 1979 dari ahli waris Datuk Mansyursyah, yang dimenangkan melalui putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 423/K/Pdt/1989, tertanggal 17 Februari 1992, dan telah berkekuatan hukum tetap.
“Sebagai perwakilan pemilik lahan, kami sangat keberatan atas pembangunan ini. Kami minta agar dihentikan,” tegasnya.
Hargito menjelaskan, lahan tersebut awalnya berstatus Landreform Nomor 234/LR/1965 atas nama Dt Sonet Maenan. Pada 2006 pihaknya telah mengurus peningkatan hak menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM), namun proses pengukuran lahan dihentikan karena adanya klaim pihak lain yang juga mengaku memiliki sertifikat. Kasus ini pun kini ditangani Polda Sumut.
Sementara itu, Sukimin Basri dari PT Graha Sinar Mas menyatakan pembangunan dilakukan berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang sah dan berlaku hingga 2045. Pernyataan tersebut diperkuat Kantor Pertanahan Kota Medan yang menyebut dua SHGB, yakni Nomor 1489/Kel. Sunggal dan Nomor 1490/Kel. Sunggal, sah secara administrasi.
RDP dipimpin Ketua Komisi IV Paul Mei Anton Simanjuntak bersama anggota Lailatul Badri, El Barino Shah, Antonius Devolis Tumanggor, Renville Pandapotan Napitupulu, Ahmad Affandi Harahap, dan Edwin Sugesti Nasution.